Guru Profesional
Kriteria Guru Profesional
Istilah profesional sering digunakan untuk menyebut strata dan status seseorang dalam bidang pekerjaannya. Dalam hal ini profesional diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang, seperti pengklasifikasian antara pekerja ahli dengan tukang, antara profesional dengan amatiran. Misalnya, seorang guru dikatakan profesional bila guru itu memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Padahal profesional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Menurut Sahertian (1994:29-36), profesional mempunyai makna ahli (ekspert), tanggungjawab (responsibilty), baik tanggungjawab intelektual maupun tanggungjawab moral, dan memiliki rasa kesejawatan.
Pekerjaan guru memanglah sebagai suatu profesi, tetapi tidaklah semua guru profesional, untuk menentukan guru yang profesional haruslah memenuhi empat kreteria berikut:
1 Ahli (ekspert)
Yang pertama adalah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru tidak saja menguasai isi pengajaran yang diajarkan, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan. Karena mengajar adalah sarana untuk mendidik, yaitu menyampaikan pesan-pesan didik, maka guru yang profesional tidak cukup hanya ahli bidang studi dan ahli mengajarkannya tetapi harus pula ahli menyampaikan pesan-pesan didik melalui bidang studi yang diajarkannya.
Nampaknya banyak guru yang hanya ahli dalam mengajar tetapi kurang memperhatikan segi-segi mendidik. Pemahaman seperti itu tidak akan bermanfaat bagi guru sebagai pendidik. Guru yang mampu mengajar saja dan hanya melihat pada tujuan-tujuan dan materi pelajaran belaka, mereka ini menerapkan apa yang oleh Paulo Freire disebut ‘Banking Concept’, yaitu cara guru yang memandang bahwa mengajar itu seperti orang yang memasukkan uang ke dalam bank dan akan mendapatkan bunga. Guru mengajar, murid belajar, guru menerangkan, murid mendengarkan, guru bertanya, murid menjawab. Konsep seperti itu tidak manusiawi (dehumanisasi). Dalam proses belajar mengajar atau yang kini dikenal proses pembelajaran terjadi dialog yang ekstensial antara pendidik dan subyek didik sehingga subyek didik menemukan dirinya. Karenanya pengetahuan yang diberikan harus dapat membentuk pribadi yang utuh (holistik) dan tidak sekadar ‘transfer of knowledge’. Kalau guru hanya ahli dan trampil mentransfer materi pelajaran, maka pada suatu saat nanti peranan guru akan dapat diganti dengan media teknologi modern. Ingat, bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik. Melalui pengajaran guru membentuk konsep berpikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam dari inti kemanusiaan subyek didik.
2 Memiliki Otonomi dan Rasa Tanggungjawab
Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang mengajar dan mendidik, ia juga memiliki otonomi dan tanggungjawab. Guru yang profesional telah memiliki otonomi atau kemandirian dalam mengemukakan apa yang harus dikatakan berdasarkan keahliannya. Pada awalnya memang ia belum punya kebebasan atau otonomi, karena ia masih belajar sebagai magang. Melalui proses belajar dan perkembangan profesi maka pada suatu saat ia akan memiliki sikap mandiri. Ciri-ciri kemandirian antara lain: dapat memegang teguh nilai-nilai hidup; dapat membuat pilihan nilai; dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri; dan dapat bertanggung jawab atas keputusan itu.
Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. Ia menguasai apa yang akan disajikan dan bertangungjawab atas semua yang diajarkan, dan bahkan bertanggungjawab atas segala tingkah lakunya.
Dalam ilmu pendidikan, tanggungjawab guru mengandung makna multi dimensional, yaitu bertanggungjawab terhadap diri sendiri, siswa, orang tua, lingkungan sekitarnya, masyarakat, bangsa dan negara, sesama manusia, dan akhirnya terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta. Jadi tanggung jawab guru mengandung aspek intelektual, individual, sosial, etis dan relegius. Dimensi-dimensi tanggungjawab ini harus dikembangkan melalui seluruh pengalaman belajar di sekolah, termasuk seluruh bidang studi yang diajarkan.
3 Berjiwa Dinamis dan Reformis
Guru yang profesional akan selalu berjiwa dinamis. Ia tidaklah statis. Artinya guru selalu berusaha untuk mengembangkan diri dan profesinya, serta mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan jaman. Karenanya ia harus pula berjiwa reformis, yaitu mampu mengubah paradigma yang bertentangan dengan profesionalisme, dan mengganggu keotonomiannya, serta memberantas usaha-usaha dehumanisasi kependidikan.
4 Memiliki Rasa Kesejawatan
Salah satu tugas dari organisasi profesi ialah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Etik profesi ini dikembangkan melalui organisasi profesi. Melalui organisasi profesi inilah diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps dikembangkan agar harkat dan martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh korps guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Adalah ironi bila guru diharuskan memikul tanggung jawab mendidik begitu berat, tetapi pada pihak lain penghargaan dan perlindungan terhadap jabatan tidak sesuai dengan tanggungjawab yang dilimpahkan kepada mereka.